ANCAMAN TERHADAP PARTAI ISLAM DI INDONESIA - Adalah Angka Bicara, sajian salah satu stasiun TV swasta cukup mengugah dimana melaporkan bahwa pemilih di Indonesia menunjukkan 87.3% Islam dan lainnya 12.7%. Namun hasil pemilu dan riset terhadap para respondennya justru menunjukkan bahwa kedekatan dengan partai nasionalis lebih dominan.
Sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa organisasi massa Islam yang cukup besar di Indonesia seperti NU, Muhammaddiyah, LDII, Persis, dan lain-lain. Namun hasil poling menunjukkan hal berbeda terhadap sikap politik.
Parta Nasionalis lebih besar mendapat suara walaupun pemilih Islam dominan. Hasil survey pada NU menunjukkan peningkatan suara terhadap partai Nasional. Beda lagi dengan hasil polling di Muhammadiyah justru meningkat suaranya ke partai Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap politik tidak ada hubungan yang erat terhadap keyakinan beragama.
Apalagi akhir-akhir ini masyarakat semakin kecewa dengan apa yang terjadi di panggung politik dengan adanya bukti bahwa adanya partai-partai yang fungsionarisnya justru tidak menunjukkan cerminan perilaku Islam karena terlibat kasus korupsi. Padahal dalam komunikasinya mencirikan Islam. Sebut saja PKS, apakah PKS partai Islam? Platformnya, PKS bukan partai Islam, namun karena para elit partainya dan wilayah operasinya dekat dan mencirikan Islam, maka klaim publik menunjukkan partai ini adalah partai Islam.
Menjadi orang saleh tidak harus memilih partai Islam. Urusan politik lebih melihat kepada memilih partai yang dianggap mumpuni bisa memberikan kemashlahatan dan kesejahteraan rakyat dan bukan rayuan kesamaan keyakinan. Relevansi partai Islam terhadap keyakinan Islam semakin menjauh.
Upaya elit partai mengusung isu-isu keagamaan untuk menjaring suara guna meraih dukungan sudsah terkikis dan tidak lagi akan bisa menjadi pemenang pemilu yang dominan.
Fakta menunjukkan bahwa meskipun pemilih banyak yang beragama Islam namun Partai Islam tidak pernah dan bahkan pengamat condong mengatakan tidak akan pernah menjadi pemenang mutlak pemilu di Indonesia. Ironis?
0 comments:
Post a Comment